MAKALAH
KURIKULUM
KOMPONEN –
KOMPONEN KURIKULUM
MATA
KULIAH DASAR-DASAR PENGEMBANGAN KURIKULUM
DOSEN
:
Dr.
Agus Pahrudin,M,Pd
Dr.
R. Masykur, M.Pd.
DISUSUN
:
AHMAD
SYUPRI
ROSID
SIDIK
PROGRAM
STUDI SUPERVISI PENDIDIKAN ISLAM
FAKULTAS
TARBIYAH PASCA SARJANA
IAIN
RADEN INTAN LAMPUNG
2013
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Perkembangan pendidikan akan seiring sejalan dengan dinamika
masyarakatnya, karena ciri masyarakat selalu berkembang. Terdapat kelompok
masyarakat yang berkembang sangat cepat, tetapi ada pula yang lambat.Hal ini
karena pengaruh dan perkembangan teknologi, komunikasi dan telekomunikasi.Dalam
kondisi seperti ini perubahan-perubahan di masyarakat terjadi pada semua aspek
kehidupan. Efek perubahan di masyarakat akan berimbas pada setiap individu
warga masyarakat, pengetahuan, kecakapan, sikap, kebiasaan bahkan pola-pola
kehidupan.
Inovasi
Kurikulum adalah suatu pembaharuan atau gagasan yang diharapkan membawa dampak
terhadap kurikulum itu sendiri.kurikulum hanyalah alat atau instrumen untuk
mencapai tujuan pendidikan dan pembelajaran yang ditetapkan. Kurikulum bukan
sebagai tujuan akhir.Seiring dengan perubahan masyarakat dan nilai-nilai
budaya, serta perubahan kondisi dan perkembangan peserta didik, maka kurikulum
juga mengalami perubahan. Perubahan tersebut adalah: Dari sisi bentuk dan
organisasi inovasinya berupa perubahan dari kurikulum 1968 menjadi kurikulum
1975 dan dan kurikulum 1975 menjadi kurikulum 1975 yang disempurnakan dan dengan
lahirnya Undang-Undang No. 2 Tahun 1989 tentang sistem pendidikan riasional
maka terjadilah perubahan kurikulum pada tahun 1994,Kemudian berubah menjadi
kurikulum KTSP, dan pada tahu 2013 ini perubahan pun dilakukan menjadi
kurikulum 2013.
Kurikulum sebagai suatu rancangan
dalam pendidikan memiliki posisi yang strategis, karena seluruh kegiatan
pendidikan bermuara kepada kurikulum. Begitu pentingnya kurikulum sebagaimana
sentral kegiatan pendidikan, maka didalam penyusunannya memerlukan landasan atau
fondasi yang kuat, melalui pemikiran dan penelitian secara mendalam dan pada dasarnya kurikulum merupakan
suatu sistem yang terdiri dari beberapa komponen.“setiap kurikulum
biasanya terdiri dari tujuan, isi, strategi / pola belajar-mengajar, dan
evaluasi.”[1]
Melihat bahwa sangat pentingnya
komponen-komponen dalam kurikulum maka kami akan mencoba membahas tentang
“komponen-komponen dalam kurikulum”
B. Rumusan Masalah
Dari Latar Belakang
masalah tersebut di atas, maka dapat di rumuskan beberapa permasalahan sebagai
berikut:
1.
Apa Tujuan Kurikulum ?
2.
Bagaimana Konten/Isi Kurikulum ?
3.
Bagaimana Organisasi kurikulum ?
4.
Bagaimana Evaluasi Kurikulum ?
C. Tujuan Pembahasan
Adapun
Tujuan Pembahasan dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui Tujuan kurikulum
2. Untuk mengetahui Konten/Isi kurikulum
3. Untuk mengetahui Organisasi
Kurikulum
4. Untuk mengetahui Evaluasi
Kurikulum
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Tujuan
Kurikulum
1.
Pengertian Tujuan Kurikulum
Tujuan
kurikulum pada hakikatnya adalah tujuan dari setiap program pendidikan yang
akan diberikan pada anak didik Dalam perspektif pendidikan nasional, tujuan
pendidikan nasional dapat dilihat secara jelas dalam Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa :
“Pendidikan nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab".[2]
Tujuan pendidikan antara lain:
1) Tujuan
Institusional (Kompetensi Lulusan)
Adalah tujuan yang yang harus
dicapai oleh suatu lembaga pendidikan, contoh : SD, SMP, SMA
2) Tujuan
kurikuler (Standart Kompetensi)
Adalah tujuan bidang studi atau mata
pelajaran sehingga mencapai hakikat keilmuan yang ada didalamnya.
3) Tujuan
instruksional (Kompetensi Dasar)
“Tujuan instruksional (Kompetensi
Dasar) dirumuskan sebagai kemampuan-kemampuan yang diharapkan dimiliki anak
didik setelah mereka menyelesaikan prosesbelajar mengajar”[3].
· Tujuan
instruksional Umum (Indikator Umum)
Kemampuan
tersebut sifatnya lebih luas dan mendalam.
· Tujuan
instruksional khusus (Indikator khusus)
Kemampuan lebih terbatas dan harus
dapat diukur pada saat berlangsunganya prose belajar mengajar.
Sistem
adalah: “suatu keseluruhan terpadu yang terdiri dari berbagai elemen yang
masing masing elemen terkait dengan elemen yang lain.”[4] Jika pemahaman sistem diatas
dipergunakan melihat kurikulum itu ada sejumlah komponen yang terkait dan
berhubungan satu sama lain untuk mencapai tujuan. Dengan demikian, dipandang
sistem terhadapa kurikulum, artinya kurikulum itu dipandang memiliki sejumlah
komponen-komponen yang saling berhubungan, sebagai kesatuan yang bulat untuk
mencapai tujuan.
Definisi
diatas memberikan gambaran bahwa pendekatan sistem dalam pengembangan kurikulum
merupakan bentuk berputar dan dinamis dimana empat komponen dari suatu model
saling berhubungan. Jadi dapat disimpulkan dilihat dari gambar diatas bahwa
anatara satu komponen dengan komponen yang lain mempunyai hubungan erat dan
tidak dapat dipisahahkan .
2
Kriteria Penetapan Tujuan Kurikulum
Dalam komponen kurikulum ada hal yang perlu diperhatikan
dan dipertimbangkan, yaitu: “a). tujuan yang ingin dicapai, b). materi yang perlu disiapkan untuk mencapai
tujuan, c). susunan materi/pengalaman
belajar, d). Organisasi kurikulum dan e).
evaluasi apakah tujuan yang ditetapkan tercapai .”[5].
Komponen yang satu dengan yang lain saling
berkaitan dan membentuk satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan
Bagan diatas menggambarkan bahwa system kurikulum
terbentuk oleh komponen-komponen yang menyatu menjadi suatu kesatuan system
yang menjadikan saling keterkaitan antara satu komponen dengan komponen lain
dan tidak dapat dipisahkan, apabila salah satu komponen terganggu atau tidak
berkaitan maka system kurikulum pun akan terganggu juga.
3.Taksonomi Tujuan Pendidikan
Menurut Bloom, dengan
bukunya Taxonomy of Educational Objectives terbitan 1965, bentuk perilaku
sebagai tujuan yang harus dirumuskan dapat digolongkan kedalam 3 domain, yaitu:
a. Domain Kognitif
Kognitif adalah tujuan pendidikan yang
berhubungan dengan kemampuan intelektual seperti mengingat dan memecahkan
masalah.Domain kognitif terbagi menjadi 6 tingkatan yaitu; pengetahuan
(knowledge), pemahaman (comprehension), penerapan (application), analisa,
sintesis dan evaluasi.
b. Domain Afektif
Afektif berkenaan dengan sikaf, nilai-nilai
dan afresiasi.Domain ini memiliki tingkatan, yaitu; penerimaan, merespon,
menghargai, mengorganisasi dan karakterisasi nilai.
c.
Domain Psikomotor.
Psikomotor adalah tujuan yang berhubungan
dengan kemampuan keterampilan atau skill seseorang. Dan tingkatannya yaitu ;
persepsi (perception), kesiapan, meniru(imitation), membiasakan (habitual),
menyesuaikan (adaption) dan menciptakan (organization)”.[6]
B. Konten/Isi Kurikulum
1. Konsepsi Konten
Konsep konten menurut Saylor dan
Alexander (1966:160) adalah: Fakta, observasi, data, persepsi, klasifikasi,
disain dan pemecahan masalah yang telah dihasilkan pengalaman dan hasil pikiran
manusia yang tersusun dalam bentuk ide-ide, konsep, prinsip-prinsip,
kesimpulan, perencanaan dan solusi.
Sedangkan menurut Hymen
(1973:4) konten merupakan: Ilmu pengetahuan (seperti fakta, keterangan,
prinsip-prinsip, defenisi), keterampilan dan proses (seperti membaca, menulis,
berhitung, menari, berpikir kritis, berkomunikasi lisan dan tulisan) dan
nilai-nilai (seperti konsep tentang hal-hal baik, buruk, betul dan salah, indah
dan jelek)
Dari dua pengertian yang
diajukan, dapat diterima bahwa secara umum konten kurikulum mencakup tiga
komponen utama, yaitu pengetahuan, proses dan nilai-nilai. Namun ada juga ahli
yang membedakan kedua konsep tersebut. John Dewey [7]misalnya,
menilai perbedaan materi dengan ilmu pengetahuan sangat esensil. Bagi ahli yang
membedakan mengartikan bahwa materi atau konten merupakan catatan-catatan
tentang pengetahuan (seperti grafik, simbol, rekaman dll), sedangkan ilmu
pengetahuan dipandang sebagai sesuatu hasil pemahaman dan pengertian tentang
catatan-catatan tersebut sebagai akibat interaksinya dengan pengalaman individu
Sejalan dengan yang dikemukan,
perancang kurikulum yang merancang materi kurikulum harus menetapkan
berdasarkan pertimbangan makna materi tersebut bagi individu. Penetapan
kurikulum tidak hanya dipilih sebagai materi saja, tetapi selalu dipilih
sebagai ilmu pengetahuan (pengetahuan, keterampilan dan ilmu)
Isi program
kurikulum adalah segala sesuatu yang diberikan kepada anak didik dalam kegiatan
belajar mengajar dalam rangka mencapai tujuan.Isi kurikulum meliputi
jenis-jenis bidang studi yang diajarkan dan isi program masing-masing bidang
studi tersebut.Bidang-bidang studi tersebut disesuaikan dengan jenis, jenjang
maupun jalur pendidikan yang ada.
Isi / materi
kurikulum hakikatnya adalah semua kegiatan dan pengalaman yang dikembangkan dan
disusun untuk mencapai tujuan pendidikan. Secara umum isi kurikulum itu dapat
dikelompokan menjadi :
Ø Logika,
yaitu pengetahuan tentang benar salah berdasarkan prosedur keilmuan.
Ø Etika, yaitu
pengetahuan tentang baik buruk, nilai dan moral
Ø Estetika,
pengetahuan tentang indah-jelek, yang ada nilai seninya.
Materi kurikulum pada hakekatnya
adalah isi kurikulum yang dikembangkan dan disusun dengan prinsip-prinsip
sebagai berikut :
v Materi
kurikulum berupa bahan pelajaran terdiri dari bahan kajian atau topik-topik
pelajaran yang dapat dikaji oleh siswa dalam proses pembelajaran
v Mengacu pada
pencapaian tujuan setiap satuan pelajaran
v Diarahkan
untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
2.Kriteria
Penetapan Konten Kurikulum
a. Signifikansi
Kriteria signifikansi dipakai untuk menetapkan bagian apa
dari suatu bidang yang perlu dimasukkan atau ditekankan.
b. Kebutuhan sosial
Mempertibangkan kebutuhan sosial anak agar mereka memiliki
kemampuan untuk melaksanankan fungsi-fungsi sosial dan meningkatkan nilai-nilai
masyarakat. agar berfungsi sebagai orang dewasa kelak.
c. Kegunaan
Merupakan kriteria yang paling ilmiah jarena diperoleh dari
hasil penelitian di lapangan. Pengetahuan, keterampilan dan sikap seperti apa
yang diharapkan masyarakat dari lulusan. Tujuan pendidikan dan tujuan sekolah
dapat pula ditetapkan dengan hasil temuan ini.
d. Minat
Merupakan salah satu usaha untuk membuat kurikulum relevan
dengan peserta didik. Hal yang menjadi minat bagi pelajar perlu dijabarkan
untuk menghindari penetapan konsep yang mungkin tidak sesuau dengan minat
mereka seungguhnya
e. Perkembangan manusia
Ini didasarkan pada asumsi bhawa sekolah bukan saja
merefleksikan masyarakat, tetappi juga sebagai alat untuk mencerdaskan dan
mengembangkan manusia untuk perubahan sosial.
f. Struktur disiplin ilmu
Kriteria ini didasarkan anggapan
bahwa setiap disiplin ilmu mempunyai struktur tersendiri karena itu materi
kurikulum harus mencakup kajian yang menungkinkan anak memahami struktur bidang
ilmu tertentu.[8]
Terdapat beberapa criteria dalam
menyusun materi kurikulum.Hilda Taba
(1962:267)[9] kriteria untuk memilih isi materi kurikulum yaitu :
·
Materi harus
sahih dan signifikan, artinya menggambarkan pengetahuan mutakir.
·
Relevan dengan
kenyataan social dan kultur agar anak lebih memahaminya.
·
Materi harus seimbang antara keluasan dan
kedalaman.
·
Materi harus
mencakup berbagai ragam tujuan.
·
Sesuai dengan
kemampuan dan pengalaman peserta didik.
Pengembangan materi kurikulum harus
berdasarkan prinsif-prinsif sebagai berikut:
Mengandung bahan kajian yang dapat dipelajari siswa
dalam pembelajaran.
Berorientasi pada tujuan, sesuai dengan hirarki tujuan
pendidikan.
Materi
pembelajaran disusun secara logis dan sistematis, dalam bentuk :
a.
Teori; seperangkat konstruk atau konsep,
definisi atau preposisi yang saling berhubungan, yang menyajikan pendapat
sistematik tentang gejala dengan menspesifikasi hubungan – hubungan antara
variabel-variabel dengan maksud menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut.
b.
Konsep; suatu abstraksi yang dibentuk oleh
organisasi dari kekhususan-kekhususan, merupakan definisi singkat dari
sekelompok fakta atau gejala.
c.
Generalisasi; kesimpulan umum berdasarkan
hal-hal yang khusus, bersumber dari analisis, pendapat atau pembuktian dalam
penelitian.
d.
Prinsip; yaitu ide utama, pola skema
yang ada dalam materi yang mengembangkan hubungan antara beberapa konsep.
e.
Prosedur; yaitu seri langkah-langkah
yang berurutan dalam materi pelajaran yang harus dilakukan peserta didik.
f.
Fakta; sejumlah informasi khusus
dalam materi yang dianggap penting, terdiri dari terminologi, orang dan tempat
serta kejadian.
g.
Istilah, kata-kata perbendaharaan yang baru
dan khusus yang diperkenalkan dalam materi.
h.
Contoh/ilustrasi, yaitu hal atau tindakan atau
proses yang bertujuan untuk memperjelas suatu uraian atau pendapat.
i.
Definisi:yaitu penjelasan tentang makna atau
pengertian tentang suatu hal/kata dalam garis besarnya.
j.
Preposisi, yaitu cara yang digunakan untuk
menyampaikan materi pelajaran dalam upaya mencapai tujuan kurikulum.
2.
Implikasi
Konten terhadap Kurikulum
Konten atau materi pelajaran
sebenarnya merupakan komponen kurikulum yang amat penting. Konten menyangkut
jawaban terhadap pertanyaan, “apakah yang diajarkan?”. Konten ini seringkali
tidak diperhatikan. Artinya, konten seringkali diserahkan saja pada keputusan
guru atau diambil saja dari buku teks yang berlimpah-limpah, tanpa mengaitkan
dengan tujuan pendidikan, tujuan kurikulum atau dengan tujuan instruksional.
Hal yang sama juga terjadi sebelum
timbulnya reformasi kurikulum pada tahun 1960, terutama di Amerika Serikat.
Semua orang memberikan perhatian lebih terhadap metode, media dan strategi yang
digunakan dalam belajar, namun kurang memperhatikan isi yang disampaikan. Oleh
karenanya ahli kurikulum harus memahami hakekat dan struktur konten yang
menyangkut apa yang akan diajarkan. Karena konten merupakan elemen kedua yang
penting setelah tujuan untuk menyusun kurikulum.
Kalau dikaji kembali pengertian kurikulum yang sangat
berbeda-beda, juga akan menghasilkan perumusan konten yang berbeda-beda. Sesuai
dengan gambaran konsep yang terkandung di dalam pengertian kurikulum yang
diajukan tersebut. Seperti yang telah ditinjau, ada yang mengartikan kurikulum
sebagai mata pelajaran, materi pelajaran atau judul-judul mata pelajaran. Jika
seperi ini, maka rencana tersebut tidak layak lagi disebut sebagai kurikulum
tetapi sebagai judul-judul pokok bahasan.
Secara singkat dapat dilihat bahwa
Beaucham menyatakan bahwa kurikum itu sebagai dokumen yang dipakai sebagai
titik tolak perencanaan instruksional, Taba dan Mocdonal mengartikan sebagai
pengalaman belajar dan hasil belajar yang dibimbing dan direncanakan, yang
tidak tertulis, Krug dan Doll mendefenisikan sebagai pengalaman belajar yang
dirancang sekolah dan Tanner dan Tanner mendefenisikan sebagai pengalaman
peserta didik. Berdasarkan pemahaman masing-masing juga menimbulkan kontek yang
berbeda-beda.[11]
Implikasi dari pengertian kurikulum
tersebut bahwa pengertian kurikulum lebih luas dari pada dokumen atau rencana
kurikulum tertulis saja, tetapi mencangkup juga implementasinya di dalam kelas
untuk dapat ditransformasikan agar menjadi pengalaman belajar yang direncanakan
mencapai tujuan pendidikan dan tujuan pembelajaran.
A. Organisasi Kurikulum
1.
Urutan
Organisasi Kurikulum
Urutan adalah rangkaian materi,
konten atau kegiatan belajar yang dipresentasikan kepada para anak didik.
Sebenarnya urutan dan ruang lingkup saling berkaitan. Schubert memaparkan
kriteria penentuan urutan, yaitu presentasi menurut buku teks, preferensi guru,
struktur disiplin ilmu, minat anak didik, hirarkhi belajar dan perkembangan.
1. Buku teks
1. Buku teks
Urutan yang amat lumrah dari konten di sekolah-sekolah saat
ini adalah urutan presentasi menurut yang tertera pada buku teks. Guru hanya
mengikuti saja organisasi dan urutan materi dan konten kurikulum seperti yang
tertera pada buku teks, paket belajar atau unit-unit pelajaran yang telah
disiapkan terlebih dahulu. Dalam hal ini seringkali guru merasa kurang aman
kalau mereka tidak mengikuti dan tidak meliput bahan dan konten yang tersedia.
Yang lebih lagi adalah ketakutan guru mempertanyakan bahan atau materi yang
terdapat dalam buku teks atau paket belajar.
Penyokong urutan konten atau materi
menurut yang terdapat dalam buku teks, paket belajar dan lain-lain adalah bahwa
urutan tersebut sudah sangat baik karena buku paket belajar, atau ateri
instruksional lainnya disusun para ahli disiplin ilmu atau bidang studi masing-masing.
2. Preferensi guru
Para guru menentukan sendiri suunan
dan urutan materi atau konten yang diajarkannya sesuai dengan pertimbangan
logika, psikologis atau profesional masing-masing guru. Mereka adalah pengambil keputusan kurikulum
yang aktif. Maksudnya, mereka ternyata seringkali menentukan urutan konten atau
materi sendiri menyimpang dari urutan yang telah ditetapkan. Hal ini
memungkinkan para guru menyajikan organisasi kurikulum dan konten pelajaran
sesuai dengan hasi pengamatannya tentang anak didik atau siswa yang diajarnya.
3. Struktur disiplin ilmu
Disiplin ilmu diasumsikan memiliki
struktur yang melekat. Dalam struktur ini termasuk urutan konten kurikulum.
Oleh karena itu, para penyusun kurikulum harus percaya pada susunan yang telah
dibuat para ahli disiplin ilmu yang teah diorganisir dan diurut menurut
struktur logika bidang studi masing-masing.
4. Perhatian pelajar atau minat anak didik
Jika para pelajar tertarik dan ingin
mempelajari lebih mendalam tentang suatu masalah, mereka cenderung berusaha
keras mempelajarinya. Usaha yang memberikan hasil untuk menemukan sesuatu
membuka pintu bagi masalah-masalah baru.
Urutan konten atau materi harus berdasarkan pada pengertian bahwa suatu pengetahuan akan sangat relevan kalau pengetahuan itu diminati dan dipelajari sendiri oleh peserta didik sesuai denan minat dan keinginannya. Jika sesuati diminati dan diinginkan pelajar untuk dipelajarinya, mendalaminya lebih mudah daripada sesuatu yang ditentukan orang lain urutannya.
Urutan konten atau materi harus berdasarkan pada pengertian bahwa suatu pengetahuan akan sangat relevan kalau pengetahuan itu diminati dan dipelajari sendiri oleh peserta didik sesuai denan minat dan keinginannya. Jika sesuati diminati dan diinginkan pelajar untuk dipelajarinya, mendalaminya lebih mudah daripada sesuatu yang ditentukan orang lain urutannya.
5. Hirarkhi belajar
Belajar harus berangkat dari hahal
sederhana menuju hal-hal yang lebih kompleks. Oleh karena itu, urutan harus
sesuai dengan apa yang diketahui dari teori-teori belajar. Secara
berangsur-angsur dimulai dengan mempelajari konstruk (construct) dan
prinsip-prinsip berdasarkan data dan konsep. Pengertian secara keseluruhan dari
suatu konstruk itu akan muncul kalau itu dipresentasikan secara sistematik dan
analitis. Akan lebih baik kalau urutan kurikulum didasarkan pada hasil-hasil
kajian empiris yang memberikan pengertian tentang kondisi apa yang dapat
menumbuhkan belajar.
6. Perkembangan
Konten atau kegiatan belajar yang
diberikan kepada anak-anak atau pelajar harus sesuai dengan tingkat kematangan
mereka, baik pada aspek kognitif maupun moral.
Teori perkembangan Piaget (Good and Braphy, 1977:272-274) mengemukakan bahwa tingkat perkembangan kognitif anak bergerak dari tingkat motorik sensori (18 bulan-7 tahun), ke operasi konkrit (8-12 tahun), ke tingkat operasi normal (12 tahun). Sementara Kohlberg telah mendapatkan 6 tingkat perkembangan moral: patuh pada hukuman, pembalasan (reciprocity), konformitas, hukum dan ketertiban, kontrak social atau orientasi konstitusional dan prinsip. Implikasi kurikuum berdasarkan teori-teori perkembangan ini ialah urutan kurikulum dan pengajaran harus menyesuaikan konten dengan tingkat perkembangan anak.[12]
Teori perkembangan Piaget (Good and Braphy, 1977:272-274) mengemukakan bahwa tingkat perkembangan kognitif anak bergerak dari tingkat motorik sensori (18 bulan-7 tahun), ke operasi konkrit (8-12 tahun), ke tingkat operasi normal (12 tahun). Sementara Kohlberg telah mendapatkan 6 tingkat perkembangan moral: patuh pada hukuman, pembalasan (reciprocity), konformitas, hukum dan ketertiban, kontrak social atau orientasi konstitusional dan prinsip. Implikasi kurikuum berdasarkan teori-teori perkembangan ini ialah urutan kurikulum dan pengajaran harus menyesuaikan konten dengan tingkat perkembangan anak.[12]
2.
Elemen
Organisasi Kurikulum
Agar konten dan kegiatan belajar
dapat saling berkaitan, baik secara vertical maupun secara horizontal,
diperlukan suatu elemen pemersatu antara keduanya, agar kaitan atau hubungan
keduanya lebih kuat dan terstruktur.
Dalam sebuah buku yang ditulis oleh
Mc Neil, elemen pemersatu tersebut adalah sebagai berikut:
1. Konsep; konten atau materi kurikulum dikembangkan sekitar
konsep tertentu seperti kebudayaan, pertumbuhan, nomor, ruang, entropy, evaluasi
dan lain-lain.
2. Generalisasi; kesimpulan yang diambi oleh ilmuwan berdasarkan observasi yang mendalam.
3. Keterampilan; biasanya merupakan suatu keahlian atau kemampuan yang direncanakan untuk dimiliki anak didik menurut kurikulum bagi kelangsungan proses belajarnya. Misalnya, anak-anak SD menyusun pengalaman belajarnya sekitar pengenalan atau kemampuan untuk memahami, keterampilan dasar matematika yang fundamental. Serta keterampilan menafsirkan data.
2. Generalisasi; kesimpulan yang diambi oleh ilmuwan berdasarkan observasi yang mendalam.
3. Keterampilan; biasanya merupakan suatu keahlian atau kemampuan yang direncanakan untuk dimiliki anak didik menurut kurikulum bagi kelangsungan proses belajarnya. Misalnya, anak-anak SD menyusun pengalaman belajarnya sekitar pengenalan atau kemampuan untuk memahami, keterampilan dasar matematika yang fundamental. Serta keterampilan menafsirkan data.
4. Nilai, nilai filsafat di masyarakat agar dapat hidup
dengan baik dan diterima oleh masyarakat seperti menghargai hakikat kemanusiaan
setiap orang melihat suku, ras, bangsa, agama, pangkat, penghasilan serta harga
diri. Jika kurikulum disusun sekitar nilai-nilai, maka sebagian besar kegiatan
dan pengalaman belajar diatur sedemikian rupa agar nilai-nilai itu dihayati dan
dimiliki anak didik. Tentu saja elemen organisasi itu dipilih dalam kaitannya
dengan pencapaian tujuan-tujuan yang ditetapkan kurikulum.
Tyer dan Zais berbicara tentang
susunan atau organisasi kurikulum atau kegiatan belajar yang horizontal dan
yang vertical. Susunan horizontal adalah kaitan atau hubungan konten dan
kegiatan dan kegiatan beajar yang dilaksanakan pada suatu tingkat kurikulum tertentu,
atau pada suatu kelas-kelas yang bersamaan pada mata pelajaran tertentu, baik
sama-sama dilakukan dalam sekolah maupun luar sekolah.
Kedua organisasi vertical dan
horizontal diharapkan akan menimbulkan hasil kumulatif sebab kedua organisasi
kurikulum ini dapat saling isi mengisi dan saling memperkuat untuk mencapai
pengertian yang lebih dalam dan lebih luas dari konten kurikulum. (Muhammad
Ansyar, 1989:122-130)[13]
Komponen organisasi berkaitan dengan bagaimana materi
disusun (diorganisasikan) sehingga peserta didik memperoleh pengalaman belajar
untuk mencapai tujuan.Organisasi materi dan pengalaman belajar memiliki dua
dimensi : horizontal dan vertikal. Organisasi horizontal menyangkut ruang
lingkup dan keterpaduan dari keseluruhan materi. Organisasi horizontal
merupakan kaitan antara satu mata pelajaran dengan pelajaran lain pada kelas
yang sama. Organisasi vertikal mencakup urutan dan kesinambungan materi
pelajaran berupa hubungan longitudinal/pengalaman belajar peserta didik. Beragamnya pandangan yang mendasari pengembangan
kurikulum memunculkan terjadinya keragaman dalam mengorgansiasikan kurikulum.
Setidaknya terdapat enam
ragam pengorganisasian kurikulum, yaitu:
1.
Mata
pelajaran terpisah (isolated subject); kurikulum terdiri dari sejumlah mata pelajaran yang terpisah-pisah,
yang diajarkan sendiri-sendiri tanpa ada hubungan dengan mata pelajaran
lainnya. Masing-masing diberikan pada waktu tertentu dan
tidak mempertimbangkan minat, kebutuhan, dan kemampuan peserta didik,
semua materi diberikan sama
2.
Mata
pelajaran berkorelasi;
korelasi diadakan sebagai upaya untuk mengurangi kelemahan-kelemahan sebagai
akibat pemisahan mata pelajaran. Prosedur yang ditempuh adalah menyampaikan
pokok-pokok yang saling berkorelasi guna memudahkan peserta didik memahami
pelajaran tertentu.
3.
Bidang
studi (broad field); yaitu
organisasi kurikulum yang berupa pengumpulan beberapa mata pelajaran yang
sejenis serta memiliki ciri-ciri yang sama dan dikorelasikan (difungsikan)
dalam satu bidang pengajaran. Salah satu mata pelajaran dapat dijadikan “core
subject”, dan mata pelajaran lainnya dikorelasikan dengan core tersebut.
4.
Program
yang berpusat pada anak (child centered), yaitu program kurikulum yang menitikberatkan pada
kegiatan-kegiatan peserta didik, bukan pada mata pelajaran.
5.
Inti
Masalah (core program), yaitu
suatu program yang berupa unit-unit masalah, dimana masalah-masalah diambil
dari suatu mata pelajaran tertentu, dan mata pelajaran lainnya diberikan
melalui kegiatan-kegiatan belajar dalam upaya memecahkan masalahnya. Mata
pelajaran-mata pelajaran yang menjadi pisau analisisnya diberikan secara
terintegrasi.
6.
Ecletic
Program, yaitu suatu program yang
mencari keseimbangan antara organisasi kurikulum yang terpusat pada mata
pelajaran dan peserta didik
Berkenaan dengan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan, tampaknya lebih cenderung menggunakan pengorganisasian yang
bersifat eklektik, yang terbagi ke dalam lima kelompok mata pelajaran, yaitu :”
(1) kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia; (2) kelompok mata pelajaran
kewarganegaraan dan kepribadian; (3) kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan
dan teknologi; (4) kelompok mata pelajaran estetika; dan (5) kelompok mata
pelajaran jasmani, olahraga dan kesehatan”.[14]
Kelompok-kelompok mata pelajaran tersebut selanjutnya dijabarkan
lagi ke dalam sejumlah mata pelajaran tertentu, yang disesuaikan dengan jenjang
dan jenis sekolah.Di samping itu, untuk memenuhi kebutuhan lokal disediakan
mata pelajaran muatan lokal serta untuk kepentingan penyaluran bakat dan minat
peserta didik disediakan kegiatan pengembangan diri.
B. Evaluasi kurikulum
1. Konsepsi
Evaluasi
Evaluasi
ialah proses yang menentukan sampai sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan
dapat dicapai. secara umum evaluasi atau penilaian adalah sebuah proses
sistematis pengumpulan informasi, baik berupa angka ataupun deskripsi verbal,
analisis, dan interpretasi informasi untuk memberikan keputusan terhadap
kualitas hasil kerja.
Menurut
Arikunto (2005), menilai adalah sebuah proses pengambilan keputusan terhadap
sesuatu dengan ukuran baik buruk, sehingga dapat dikatakan bersifat kualitatif.
Arikunto (2005)[15]
juga menambahkan bahwa evaluasi merupakan sebuah proses pengumpulan data untuk
menentukan sejauh mana, dalam hal apa, dan bagian mana tujuan pendidikan sudah
tercapai, yang kemudian dipakai sebagai tolak ukur dalam pengambilan keputusan.
Dengan demikian, dalam pendidikan, evaluasi merupakan proses pengumpulan dan
penggunaan informasi oleh guru untuk memberikan keputusan terhadap kualitas
hasil kerja siswa berdasarkan tahapan kemajuan belajarnya, sehingga diperoleh
gambaran kemampuan siswa sesuai dengan kompetensi ataupun tujuan pendidikan
yang ditetapkan dalam kurikulum.
2 .Hakikat
Evaluasi
Evaluasi kurikulum memegang peranan
penting baik dalam penentuan kebijaksanaan pendidikan pada umumnya, maupun pada
pengambilan keputusan dalam kurikulum. Hasil-hasil evaluasi dapat digunakan
oleh pemegang kebijaksanaan pendidikan dan para pengembang kurikulum dalam
memilih dan menetapkan kebijaksanaan pengembangan sistem pendidikan dan
pengembangan model kurikulum yang digunakan. Hasil-hasil evaluasi kurikulum
juga dapat digunakan oleh guru-guru, kepala sekolah, dan para pelaksana
pendidikan lainnya, dalam memahami dan membantu perkembangan siswa, memilih
bahan pelajaran, memilih metode dan alat-alat bantu pelajaran, cara penilaian,
serta fasilitas pendidikan lainnya.
Evaluasi kurikulum sukar dirumuskan secata tegas, hal itu
disebabkan beberapa faktor:
• Evaluasi kurikulum berkenaan dengan fenomena-fenomena yang terus berubah
• Objek evaluais kurikulum adalah sesuatu yang berubah-rubah sesuai dengan konsep kurikulum yang digunakan
• Evaluasi kurikulum berkenaan dengan fenomena-fenomena yang terus berubah
• Objek evaluais kurikulum adalah sesuatu yang berubah-rubah sesuai dengan konsep kurikulum yang digunakan
• Evaluasi kurikulum merupakan suatu usaha yang dilakukan
oleh manusia yang sifatnya juga berubah.
Evaluasi kurikulum merupakan dua
disiplin ilmu yang berdiri sendiri. Ada pihak yang berpendapat antara keduanya
tidak ada hubungan, tetapi ada pihak lain yang manyatakan keduanya memiliki
hubungan sangat erat. Pihak yang memandang ada hubungan, hubungan tersebut
merupakan pengaruh sebab akibat. Perubahan dalam kurikulum berpengaruh pada
evaluasi kurikulum bersifat organis, dan prosesnya berlangsungf secara
evolusioner. Pandangan –pandangan lama yang tidak sesuai lagi dengan tuntutan
zaman, secara berangsur-angsur diganti dengan pandangan lain yang lebih sesuai.
[16]
R.A Becher, seorang ahli pendidikan
dari Universitas Sussex Inggris menyatakan bahwa: tiap program pengembangan
kurikulum mempunyai style dan karateristik yang sama pula. Seorang evaluator
akan menyusun program evaluasi kurikulum sesuai dengan style dan karateristik
kurikulum yang dikembangkannya. Atau juga terjadi sebaliknya, hasil program
evalusi kurikulum akan mempengaruhui pelaksaan praktik kurikulum.[17]
Konsep R.A. Becher tentang
perkembangan kurikulum dan evaluasi kurikulum, pada mulanya bersifat
dekskriptif yaitu menekankan pada what it is? Tetapi kemudian berkembang kepada
sifat yang menekankan what ought tu be. Konsep evaluasi kurikulum yang bersifat
perskriptif yaitu mempunyai tempat konsep kurikulum yang bersifat demikian
pula. Sebagai contoh, teori Ralph Tylor dan Benyamin Bloom, berisikan pedoman
praktis bagi perkembangan kurikulum, demikian juga dengan teori kurikulum
lainnya.
Evaluasi merupakan kegiatan yang
luas, kompleks dan terus menerus untuk mengetahui proses dan hasil pelaksanaan
sistem pendidikan dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan. Evaluasi juga
meliputi rentangan yang cukup luas, mualia dari yang bersifat sangat informal
dampai dengan yang sangat formal. Pada tingkat yang lebih formal, evalusi
kurikulum meliputi pengumpulan dan pencatatan data, sedangkan pada tingkat yang
sangat formal berbentuk pengukuran berbagai bentuk kemajuan kea rah tujuan yang
telah ditentukan.
Komponen kurikulum yang dievalusai juga
sangat luas. Program evaluasi kurikulum bukan hanya mengevaluasi hasil belajar
siswa dan proses pembelajarannya, tetapi juga desain implementasi kurikulum,
kemampuan untuk kinerja guru, kemampuan dan kemajuan siswa, sarana, fasilitas
dan sumber belajar, dan lain-lain.
3 Model Model
Evaluasi
a. Model
Diskrepansi
Untuk melakukan evaluasi program
lembaga pendidikan itu ada banyak model yang bisa digunakan, salah satunya
(yang dianggap relatif sederhana untuk dilakukan) adalah evaluasi
ketidaksesuaian (discrepancy) yang dikembangkan oleh Malcolm Provus.
Yang dimaksudkan adalah
ketidaksesuaian, ketidakselarasan antara dua hal yang seharusnya, idealnya,
harapannya, sama (“A discrepancy exists between things which ought
to be the same”). Sinonimnya “incongruity, disagreement, discordance,
contrariety, variance.”
Objek sasaran evaluasi program (lembaga pendidikan,
misalnya) dengan menggunakan model dicrepancy Provus itu ada lima aspek (kadang
ada yang menyebutnya cuma empat), yaitu sebagai berikut.
1. Design (rancangan; program design). Yang
dimaksud adalah ranncangan kegiatan atau program kerja. Oleh karena itu ada
yang menyebutnya dengan program definition (penetapan program). Yang
dievaluasi mengenainya adalah ada tidaknya unsur input, proses, dan output (sesuatu
itu–lahan, personil, sarana prasarana, sumber daya–sekarang berkeadaan seperti
apa, mau diproses dengan cara bagaimana, agar menjadi seperti apa).
“Diteliti-evaluasi” kemudian kekomprehensifkan dan kosistensi (keselarasan)
internal rancangan tersebut.
2. Installation (program installation;
penyediaan perangkat-perlengkapan yang dibutuhkan program). Agar program bisa
dilaksanakan, lembaga pembuat program itu tentu harus menyiapkan segala sesuatu
yang diperlukan untuk mendukungnya. Jadi, yang dievaluasi adalah ketepatan
berbagai sumber daya, perangkat dan perlengkapan yang tersedia untuk
pelaksanaan program. Jika diprogramkan meningkatkan kemampuan mahasiswa
mengajar, misalnya, apakah sudah “disiapkan” tempat latihan mengajar yang baik.
3. Process (program process). Yang dimaksud adalah
proses pelaksanaan program. Di dalamnya termasuk kepemimpinan dan
penugasan-penugasan (instruction). Yang dievaluasi adalah keterkaitan
antara sesuatu yang akan diubah, dibangun, dikembangkan dsb. dengan kegiatan
(proses) untuk mengubah, membangun, mengembangkannya. Jika diharapkan sekian
orang staf bisa studi lanjut, maka prosesnya adalah “menyiapkan” mereka untuk
bisa studi lanjut, misalnya meningkatkan kemampuan bahasa Ingggris,
meningkatkan penguasaan metodologi penelitian dan penulisan karya ilmiah, bukan
“menugaskan studi lanjut.”
4. Product (program product, hasil program). Yang
dievaluasi adalah efektivitas desain atau rancangan program; tegasnya apakah
tujuan atau target program bisa tercapai.
5. Cost (biaya, pengeluaran). Yang dimaksud adalah
implikasi (kemanfaatan) sosial politik ekonomi apa yang diharapkan bisa
tergapai dari pelaksanaan program tersebut.
Untuk setiap tahapan (stage) tersebut ada standar
kriteria tertentu yang telah ditetapkan untuk mengevaluasinya. Mengevaluasinya,
dengan demikian, secra sederhana hanya dengan membandingkan “apa yang nyata
terjadi” dengan standarnya (ada ketidaksesuaian, diskrepansi, ataukah tidak).[18]
Dari hasil evaluasi itu pilihan tindak lanjutnya salah satu
dari empat berikut.
1. Jika tidak ada diskrepansi, lanjut ke tahap evaluasi
berikut.
2. Jika ada diskrepansi, ulangi evaluasi lagi pada tahap
yang sekarang dilakukan jika sudah ada perubaha, entah pada standarnya, atau
pada pelaksanaannya.
3. Jika pilihan kedua tidak bisa dipenuhi, balik lagi ke
tahap pertama (perumusan program) untuk menyusun ulang program, lalu melakukan
evaluasi ulang pada tahap 1 tersebut.
4. Jika pilihan ketiga itu tidak bisa dipenuhi, maka tiada
pilihan lain selain menghentikan program.
Nah, jadi jangan sampai salah menggunakan berbagai model
evaluasi. Jika ingin mengevaluasi lembaga, lembaganya yang akan dievaluasi,
misalnya sudahkah memenuhi standar sebagai sekolah berstandar nasional, gunakan
standar evaluasi lembaga. Jika yang akan dievaluasi hasil kegiatan
belajar-mengajar, gunakanlah model-model evaluasi hasil belajar. Model
diskrepansi (DEM-discrepancy evaluation model) tepatnya digunakan untuk
evaluasi program lembaga, termasuk lembaga pendidikan. Jika program pendidikan
(KBM/PBM) akan dievaluasi juga, yang dievaluasi program dan pelaksanaan
programnya itu, bukan hasil belajar peserta didik.
b. Model
Countenance
Model Countenance adalah model
pertama evaluasi kurilulum yang dikembangkan Stake. Pengertian Countenance
adalah keseluruhan, sedangkan pengertian lain adalah sesuatu yang disenangi
(favourable).
Menurut Provus (1972), Tujuan dari
model Countenance Stake adalah melengkapi kerangka untuk pengembangan suatu
rencana penilaian kurikulum. Perhatian utama Stake adalah hubungan antara
tujuan penilaian dengan keputusan berikutnya berdasarkan sifat data yang
dikumpulkan. Hal tersebut, karena Stake melihat adanya ketidak-sesuaian antara
harapan penilai dan guru. Penilaian yang dilakukan oleh guru tidak akan sama
hasilnya dengan penilaian yang dilakukan oleh ahli penilaian.
Jadi, menurut Porvus model Countenance
Stake dimaksudkan guna memastikan bahwa semua data yang dikumpulkan dan diolah
untuk melengkapi informasi yang dapat digunakan oleh pemakai data. Hal ini
berarti bahwa penilai harus mengumpulkan data deskriptif yang lengkap tentang
hasil belajar siswa dan data pelaksanaan pengajaran, dan hubungan antara kedua
faktor tersebut. Di samping itu juga, jugment data harus dikumpulkan.
Sedangkan menurut Howard, H (2008)
evaluasi Stake’s orientasinya adalah tujuan dan pendekatan mekanik dalam
program pendidikan. Oleh karena itu, Kemble & Charles (2010) mengatakan
bahwa model countenance stake sangat berpengaruh pada program pendidikan.[19]
Oleh karena itu, Hasan (2008; 201)
mengatakan bahwa model Countenance stake bersifat arbitraty dan tidak perlu
dianggap sebagai suatu yang mutlak. Stake’s mempunyai keyakinan bahwa suatu
evaluasi haruslah memberikan deskripsi dan pertimbangan sepenuhnya mengenai
evaluan. Dalam model ini stake sangat menekankan peran evaluator dalam
mengembangkan tujuan kurikulum menjadi tujuan khusus yang terukur, sebagaimana
berlaku dalam tradisi pengukuran behavioristik dan kuantitatif. Model
Countenance Stake terdiri atas dua matriks. Matriks pertama dinamakan matriks
Deskripsi dan yang kedua dinamakan Matriks Pertimbangan. Matriks pertimbangan baru
dapat dikerjakan oleh evaluator setelah matriks Deskripsi diselesaikan. Matriks
Desktripsi terdiri atas kategori rencana (intent) dan observasi.
·
Matriks Deskripsi
Kategori pertama adalah sesuatu yang
direncanakan pengembang kurikulum atau program. Dalam konteks KTSP, kurikulum
tersebut adalah kurikulum yang dikembangkan atau digunakan oleh satu satuan
pendidikan. Sedangkan program adalah silabus dan Rencana Program Pengajaran
(RPP) yang dikembangkan guru. Guru sebagai pengembang program merencanakan keadaan/persyaratan
yang diinginkannya untuk suatu kegiatan kelas tertentu. Misalnya yang
berhubungan dengan minat, kemampuan, pengalaman,dan lain sebagainya dari
peserta didik.
Kategori kedua dinamakan observasi, berhubungan dengan apa
yang sesungguhnya sebagai implementasi yang diinginkan pada kategori yang
pertama. Kategori ini juga sebagaimana yang pertama terdiri atas antecendents,
transaksi , dan hasil. Evaluator harus melakukan observasi (pengumpulan data)
mengenai antecendents, transaksi , dan hasil yang ada di suatu satuan
pendidikan.
·
Matriks Pertimbangan
Terdiri atas kategori standard dan
pertimbangan, dan fokus antecendents, transaksi, dan outcomes (hasil yang
diperoleh). Standar adalah kriteria yang harus dipenuhi oleh suatu kurikulum
atau program yang dijadikan evaluan. Standar dapat dikembangkan dari
karakteristik yang dimiliki kurikulum, tetapi dapat juga dari yang lain
(pre-ordinate, mutually adaptive, proses).Kategori kedua adalah kategori
pertimbangan. Kategori ini menghendaki evaluator melakukan pertimbangan dari
apa yang telah dilakukan dari kategori yang pertama dan kedua matriks Deskripsi
sampai kategori pertama matriks Pertimbangan. Suatu evaluasi harus sampai
kepada pemberian pertimbangan. Keseluruhan matriks yang mendukung model Stake
ini terdiri dari 12 kotak.[20]
Cara kerja model evaluasi Stake,
evaluator mengumpulkan data mengenai apa yang diinginkan pengembang program
baik yang berhubungan dengan kondisi awal, transaksi, dan hasil. Data dapat
dikumpulkan melalui studi dokumen dapat pula melalui wawancara. Analisis logis
diperlukan dalam memberikan pertimbangan mengenai keterkaitan antara prasyarat
awal, transaksi, dan hasil dari kotak-kotak tujuan. Evaluator harus dapat
menentukan apakah prasyarat awal yang telah dikemukakan pengembang program akan
tercapai dengan rencana transaksi yang dikemukakan. Atau sebetulnya ada model
transaksi lain yang lebih efektif. Demikian pula mengenai hubungan antara
transaksi dengan hasil yang diharapkan. Analisis kedua adalah analisis empirik.
Dasar bekerjanya sama dengan analisis logis tapi data yang digunakan adalah
data empirik.
Menurut Woods (1988) dalam melakukan
evaluasi sebelum melakukan pengumpulan data, maka para evaluator harus bertemu
terlebih dahulu untuk membuat kerangka acuan yang berhubungan dengan
antecedents, transaksi dan hasil. Hal tersebut dilakukan tidak hanya untuk
memperjelas tujuan evaluasi tetapi juga untuk melihat apakah model Countenance
Stake’s konsisten terhadap transactions yang dimaksud dengan antecendent dan
outcome.
c.
Model CIIP
Model evaluasi CIPP dalam
pelaksanaannya lebih banyak digunakan oleh para evaluator, hal ini dikarenakan
model evaluasi ini lebih komprehensif jika dibandingkan dengan model evaluasi
lainnya. Model evaluasi ini dikembangkan oleh Daniel Stuffleabem, dkk (1967) di
Ohio State University. Model evaluasi ini pada awalnya digunakan untuk
mengevaluasi ESEA (the Elementary and Secondary Education Act).[21] CIPP merupakan singkatan dari, context
evaluation : evaluasi terhadap konteks, input evaluation : evaluasi
terhadap masukan, process evaluation : evaluasi terhadap proses, dan product
evaluation : evaluasi terhadap hasil. Keempat singkatan dari CIPP tersebut
itulah yang menjadi komponen evaluasi.
Model CIPP berorientasi pada suatu
keputusan (a decision oriented evaluation approach structured).
Tujuannya adalah untuk membantu administrator (kepala sekolah dan guru) didalam
membuat keputusan. Menurut Stufflebeam, (1993 : 118) dalam Eko Putro Widoyoko
mengungkapkan bahwa, “ the CIPP approach is based on the view that the most
important purpose of evaluation is not to prove but improve.” Konsep
tersebut ditawarkan oleh Stufflebeam dengan pandangan bahwa tujuan penting
evaluasi adalah bukan membuktikan, tetapi untuk memperbaiki.
Berikut ini akan di bahas komponen atau dimensi model CIPP
yang meliputi, context, input, process, product.
1. Context Evaluation (Evaluasi Konteks)
Stufflebeam (1983 : 128) dalam Hamid
Hasan menyebutkan, tujuan evaluasi konteks yang utama adalah untuk mengetahui
kekutan dan kelemahan yang dimilki evaluan. Dengan mengetahui kekuatan dan
kelemahan ini, evaluator akan dapat memberikan arah perbaikan yang diperlukan.
Suharsimi Arikunto dan Cepi Safrudin menjelaskan bahwa, evaluasi konteks adalah
upaya untuk menggambarkan dan merinci lingkungan kebutuhan yang tidak
terpenuhi, populasi dan sampel yang dilayani, dan tujuan proyek. [22]
2. Input Evaluation
(Evaluasi Masukan)
Tahap kedua dari model CIPP adalah
evaluasi input, atau evaluasi masukan. Menurut Eko Putro Widoyoko,
evaluasi masukan membantu mengatur keputusan, menentukan sumber-sumber yang
ada, alternative apa yang diambil, apa rencana dan strategi untuk mencapai
tujuan, dan bagaimana prosedur kerja untuk mencapainya. Komponen evaluasi
masukan meliputi : 1) Sumber daya manusia, 2) Sarana dan peralatan pendukung,
3) Dana atau anggaran, dan 4) Berbagai prosedur dan aturan yang diperlukan.
3. Process Evaluation (Evaluasi
Proses)
Worthen & Sanders (1981 : 137)
dalam Eko Putro Widoyoko menjelaskan bahwa, evaluasi proses menekankan pada
tiga tujuan : “ 1) do detect or predict in procedural design or its
implementation during implementation stage, 2) to provide information for
programmed decision, and 3) to maintain a record of the procedure as it occurs “.
Evaluasi proses digunakan untuk menditeksi atau memprediksi rancangan prosedur
atau rancangan implementasi selama tahap implementasi, menyediakan informasi
untuk keputusan program dan sebagai rekaman atau arsip prosedur yang telah
terjadi. Evaluasi proses meliputi koleksi data penilaian yang telah ditentukan
dan diterapkan dalam praktik pelaksanaan program. Pada dasarnya evaluasi proses
untuk mengetahui sampai sejauh mana rencana telah diterapkan dan komponen apa
yang perlu diperbaiki.
Sedangkan menurut Suharsimi
Arikunto, evaluasi proses dalam model CIPP menunjuk pada “apa” (what)
kegiatan yang dilakukan dalam program, “siapa” (who) orang yang ditunjuk
sebagai penanggung jawab program, “kapan” (when) kegiatan akan selesai.
Dalam model CIPP, evaluasi proses diarahkan pada seberapa jauh kegiatan yang
dilaksanakan didalam program sudah terlaksana sesuai dengan rencana[23].
4. Product Evaluation (Evaluasi
Produk/Hasil)
Sax (1980 : 598) dalam Eko Putro
Widoyoko memberikan pengertian evaluasi produk/hasil adalah “ to allow to
project director (or techer) to make decision of program “. Dari evaluasi
proses diharapkan dapat membantu pimpinan proyek atau guru untuk membuat
keputusan yang berkenaan dengan kelanjutan, akhir, maupun modifikasi program.
Sementara menurut Farida Yusuf Tayib
napis (2000 : 14) dalam Eko Putro Widoyoko menerangkan, evaluasi produk untuk
membantu membuat keputusan selanjutnya, baik mengenai hasil yang telah dicapai
maupun apa yang dilakukan setelah program itu berjalan. [24]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Tujuan
kurikulum pada hakikatnya adalah tujuan dari setiap program pendidikan yang
akan diberikan pada anak didik Dalam perspektif pendidikan nasional, tujuan
pendidikan nasional dapat dilihat secara jelas dalam Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Konten/Isi Kurikulum adalah: Fakta,
observasi, data, persepsi, klasifikasi, disain dan pemecahan masalah yang telah
dihasilkan pengalaman dan hasil pikiran manusia yang tersusun dalam bentuk
ide-ide, konsep, prinsip-prinsip, kesimpulan, perencanaan dan solusi.
Organisasi kurikulum mencakup
urutan, aturan dan integrasi kegiatan-kegiatan belajar sedemikian rupa guna
pencapaian tujuan-tujuan.
ruang lingkup organisasi kurikulum meliputi: mata pelajaran,
bidang besar (broad field), projek, kurikulum inti dan integrasi.
kriteria penentuan urutan organisasi kurikulum dibedakan
dalam beberapa presentasi, yaitu presentasi menurut buku teks, preferensi guru,
struktur disiplin ilmu, minat anak didik, hirarkhi belajar dan perkembangan.
Elemen pemersatu dari organisasi kurikulum adalah konsep,
generalisasi, keterampilan, dan nilai.
Evaluasi kurikulum memegang peranan
penting baik dalam penentuan kebijaksanaan pendidikan pada umumnya, maupun pada
pengambilan keputusan dalam kurikulum. Program evaluasi kurikulum bukan hanya
mengevaluasi hasil belajar siswa dan proses pembelajarannya, tetapi juga desain
implementasi kurikulum, kemampuan untuk kinerja guru, kemampuan dan kemajuan
siswa, sarana, fasilitas dan sumber belajar, dan lain-lain. Banyak teori tentang kurikulum. Beberapa
teori menekankan pada rencana, yang lain pada inovasi, pada dasar-dasar
filosofis, dan pada konsep-konsep yang diambil dari perilaku manusia.
DAFTAR
PUSTAKA
Arifin,Zaenal.2009.Evaluasi
Pembelajaran.Bandung:Remaja Rosda karya.
Eko Putro Widoyoko, Evaluasi Program Pembelajaran :
Panduan Praktis Bagi Pendidik dan Calon Pendidik, (Yogyakarta : Pustaka
Pelajar, 2009)
Suharsimi Arikunto dan Cepi Safrudin, Evaluasi Program
Pendidikan : Pedoman Teoritis Praktis Bagi Mahasiswa dan Praktisi
Pendidikan, cetakan ketiga, (Jakarta : Bumi Aksara, 2009)
Dasim Budimansyah, dkk .2009. Pembelajaran Aktif Kreatif dan Menyenangkan.
PT.Genesindo,Bandung.
Depdiknas,2003. Standar Kompetensi Bahan Kajian Pelayanan Profesional Kurikulum
Berbasis Kompetensi. Puskur Balitbang, Jakarta.
Didik Sukiyudi, dkk. 2006. Kurikulum dan Pembelajaran. UPI Press, Bandung.
Mulyasa,E. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan; Sebuah
Panduan Praktis.PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.
Nana Sudjana. 1991. Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di
Sekolah. Sinar Baru, Bandung.
Nana Syaodih Sukmadinata. 1997. Pengembangan Kurikulum. PT. Remaja
Rosdakarya, Bandung.
Nasution, S.
1994. Dasar-dasar Kurikulum. Bandung: Angkasa.
PP No. 46 Tahun 2008.Tentang Wajib Belajar. CV. Eko Jaya, Jakarta.
P. Joko Subagyo. 2011. Metode Penelitian, dalam Teori dan Praktek.
Rineka Cipta, Jakarta.
[1]. Mulyasa,E.Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan; Sebuah
Panduan Praktis,(Bandung.PT Remaja Rosdakarya,2006), hal 20.
[2]. PP No.46 tahun 2008 . Tentang Wajib
Belajar, ( Jakarta.CV Eko Jaya, 2008 ) hlm.85.
[3]. Depdiknas.Standar Kompetensi Bahan Kajian;Pelayanan Profesional Kurikulum
Berbasis Kompetensi,( Jakarta:Puskur Balitbang,2003) hl 52.
[4] . Dasim Budimansyah,dkk. Pembelajaran
Aktif Kreatitif Efektif dan Menyenangkan, (Bandung; PT Genesindo, 2009 ) hal
17.
[5]. Nana Sudjana.Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah, ( Bandung: Sinar
Baru, 1991 ) hal 18.
[7] Eko Putro
Widoyoko, Evaluasi Program Pembelajaran : Panduan Praktis Bagi
Pendidik dan Calon Pendidik, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2009) Hlm 86
[8]
http://tepenr06.wordpress.com/2011/10/26/konten/ Diakses 25 mei 2013 jm 10.52
[10].Didi,Sukiyudi,dkk.Kurikulum
dan Pembelajaran,(Bandung:UPI Press,2006),hl 32.
[11] Nana Sudjana. 1991. Pembinaan dan
Pengembangan Kurikulum di Sekolah. Sinar Baru, Bandung.Hlm 76
[12] Eko Putro
Widoyoko, Evaluasi Program Pembelajaran : Panduan Praktis Bagi
Pendidik dan Calon Pendidik, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2009) hlm. 55
[13] Anssyar, Mohammad, Ph.D. 1989. Dasar-Dasar
Pengembangan Kurikulum. Jakarta: Depdikbud Dirjen Pendidikan Tinggi. Hlm 78
[14].Mulyasa,E.Op cit,hl 59.
[15] Suharsimi
Arikunto dan Cepi Safrudin, Evaluasi Program Pendidikan : Pedoman
Teoritis Praktis Bagi Mahasiswa dan Praktisi Pendidikan, cetakan ketiga,
(Jakarta : Bumi Aksara, 2009)
Hlm 79
[16] Nana Sudjana. 1991. Pembinaan dan
Pengembangan Kurikulum di Sekolah. Sinar Baru, Bandung.hlm 45
[17] Eko Putro
Widoyoko, Evaluasi Program Pembelajaran : Panduan Praktis Bagi
Pendidik dan Calon Pendidik, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2009)hlm 66
[19] Nasution, S.
1994. Dasar-dasar Kurikulum. Bandung: Angkasa.hlm 44
[20] Arifin,Zaenal.2009.Evaluasi
Pembelajaran.Bandung:Remaja Rosda karya.hlm 77
[21] Eko Putro
Widoyoko, Evaluasi Program Pembelajaran : Panduan Praktis Bagi
Pendidik dan Calon Pendidik, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2009), hlm. 181
[22] Suharsimi
Arikunto dan Cepi Safrudin, Evaluasi Program Pendidikan : Pedoman
Teoritis Praktis Bagi Mahasiswa dan Praktisi Pendidikan, cetakan ketiga,
(Jakarta : Bumi Aksara, 2009)
Hlm 88
[24] Eko Putro
Widoyoko, Evaluasi Program Pembelajaran : Panduan Praktis Bagi
Pendidik dan Calon Pendidik, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2009 )hlm 56